Wednesday, August 28, 2013

Sejarah Petilasan Kraton Baka


Lama sudah tidak menulis di blog ini, seiring dengan sudah lama tidak blusukan sehingga belum ada artikel baru lagi yang bisa saya tulis. Sebagai tambahan artikel berikut saya tuliskan mengenai petilasan yang sangat menarik buat saya baik dari sejarahnya maupun mitosnya yang berkaitan erat dengan Candi Prambanan, yaitu Petilasan Kraton Baka.
Bagi saya petilasan Kraton Baka ini benar-benar sangat amazing dan benar-benar membuat ingin kembali mengunjunginya lagi. Setelah impian yang cukup lama akhirnya saya bisa berkunjung ke Kraton Baka ini bersama keluargaku tercinta pada 27 November 2009. Keberadaan Kraton Baka tidak jauh dari Candi Prambanan yaitu berada di atas sebuah bukit diselatan Candi Prambanan,  tepatnya di Dsn.Dhawung, Ds.Bokoharjo, Kec.Prambanan, Kab.Sleman. Untuk jalur resmi dari Jl.Jogja-Solo tepatnya dari pasar prambanan (jika dari arah jogja) belok kanan sekitar 2 km anda akan melihat papan nama dan petunjuk ke Kraton Baka. Tetapi kalau anda ingin berpetualang anda bisa lewat jalur Ds.Sumberwatu dan bisa naik bukit dengan jalan kaki untuk menuju ke petilasan Kraton Baka. 



Keberadaan Kraton Baka sangat menarik perhatian dari para ali purbakala dan sejarah, tetapi untuk keterangan yang pasti mengenai asal usul Kraton Baka belum ditemukan. Catatan-catatan lamayang ditulis oleh ahli arkeologi Belanda Van Boekholts tahun 1790 menyebutkan bahwa di daerah Kraton Baka ini pernah menjadi tempat bertahta salah seorang Raja/Ratu yang sangat agung dan sisa bangunan-bangunan yang ditemukan di lokasi tersebut merupakan petilasan sebuah Kraton/Istana raja.
Susunan sisa-sisa bangunan yang ditemukan menunjukkan susunan sebuah Kraton, seperti umumnya adanya sebuah  alun-alun dan sebuah gerbang besar. Di Kraton Baka juga ditemukan halaman luas dan juga ada Gapura besar sehingga dinamakan Alun-alun Kraton Baka. Penelitian yang lebih cermat dan teliti di petilasan ini baru dimulai pada tahun 1938 dengan diadakan penggalian (ekskavasi) di antara reruntuhan batu-batu candi yang dulu disebut warga sekitar Candi Dhawung. Reruntuhan batu-batu yang digali tersebut ternyata merupakan sebuah bangunan pintu gerbang atau gapura dan tahun 1950 diadakan pemugaran. Gapura ini ada 2 buah yaitu Gapura kembar 3 yang berada di depan dan Gapura kembar 5  yang berada di belakangnya. Selain itu masih banyak juga ditemukan batu-batu candi, lingga dan umpak yang terbuat dari batu andesit dan pecahan-pecahan gerabah, keramik dari Dinasti Tang. Pada tahun 1960 disekitar Kraton Baka ditemukan arca-arca batu tapi sayang keadaannya sudah tidak utuh dan sekarang disimpan di museum arkeologi.




Prasasti yang pernah ditemukan di Kraton Baka cukup banyak yaitu ada 8 buah prasasti yang sudah diketahui isinya. Prasati yang paling tua berangka tahun 792 M bersifat Buddhis yang ditulis dalam huruf prenagari dan berbahasa sansekerta. Sedangkan prasasti yang berangka tahun 856 M (778 Saka) menggunakan bahasa sansekerta tetapi ditulis dalam huruf jawa kuno dan bersifat Siwais. Prasasti lain yang disebut Prasasti Baka I tidak diketahui angka tahunnya dan isinya menyebutkan tentang diresmikannya bangunan suci Kamalpani. Prasasti Baka II berangka tahun 856M (778 Saka) menyebutkan pendirian sebuah Lingga oleh Shri Kumbhaya. Prasasti Baka III juga berangka tahun 856 M (778 Saka) menyebutkan tentang pendirian Tryambakalingga oleh Shri Kumbhaya. Prasasti Baka IV tanpa angka tahun menyebutkan tentang pendirian Horalingga oleh Kalasadhawu. Sehingga dari penemuan prasasti-prasasti tersebut dan adanya pecahan-pecahan keramik dari Dinasti Tang memperkuat dugaan kalau Kraton Baka dibuat sekitar abad ke 8 dan 9.
Menurut Dr.Y.G De Casparris seorang Sarjana dan pakar sejarah dari Belanda menyebutkan bahwa Kraton Baka merupakan sebuah benteng pertahanan , yaitu menurut Casparris saat itu terjadi peperangan antara Balaputradewa melawan Raja Mataram Rakai Pikatan. Pihak Balaputradewa kalah dan terdesak sehingga melarikan diri ke pegunungan dimana Kraton Baka ini akhirnya didirikan sebagai benteng. Akhirnya Balaputradewa kembali ke Sriwijaya dan menjadi Raja.  Ada yang juga menyebutkan bahwa petilasan benteng pertahanan ini mewujudkan sebuah Istana atau Villa untuk pesanggrahan dikarenakan berada diatas bukit dengan pemandangan yang asri dan alami.
Komplek petilasan Kraton Baka terdiri dari beberapa bangunan dengan luas 500 x 500 m. Luas tersebut terbagi menjadi 3 bagian yaitu bagian barat, timur dan utara. Bagian barat terdiri dari Gapura kembar 3 dan 5 serta alun-alun dan tempat pembakaran jenazah. Bagian timur merupakan bangunan inti dari Kraton Baka, yaitu terdapat sebuah pendhapa, kolam pemandian dan keputren. Bagian utara ditemukan ada 2 gua yang tidak begitu besar serta tidak terlalu dalam. Gua tersebut diberi nama Gua Lanang dan Gua Wadon. Mulut gua lanang ini berdiameter 3.75 m, tinggi 1.8 m dan kedalaman 3 m. Mulut gua wadon berdiameter 1.7 m, tinggi 3 m dan kedalaman 3 m. Didalam gua ini terdapat tempat buat semedi dan disebut Panepen.



Demikian blusukan saya di petilasan Kraton Baka tentang sejaran nya dan juga petilasan-petilasn yang masih tersisa. Benar-benar membuat saya rindu untuk mengunjunginya lagi. Dalam artikel berikutnya saya ingin bercerita tentang mitos Kraton Baka dalam hubungannya dengan Candi Prambanan.

Thursday, March 21, 2013

Candi Bogang

Mungkin pernah ada yang mendengar sebuah nama candi yang katanya berada di daerah wonosobo. Bangunan tersebut adalah situs Buddha yang sampai sekarang ini tidak banyak orang yang mengetahui dan rencana untuk blusukan ke wonosobo pun sampai sekarang belum terlaksana.

Lokasi :
Ds.Candi Bogang, Kec.Selomerto, Kab.Wonosobo.

Arca kepala Buddha yang ditemukan di candi bogang tahun 1892
Menurut teman saya yang orang asli selomerto situs candi bogang ini sekarang berada di depan Rumah Makan Tumbuh Lagi yang terletak di jalan raya wonosobo - banjarnegara. Didepan rumah makan tersebut terdapat bongkahan batu yang katanya bagian dari candi bogang. Dilokasi yang diyakini lokasi candi ini berada pernah ditemukan sebuah arca kepala Buddha yang berukuran sangat besar pada tahun 1892, dan jika arca tersebut utuh tentu ukurannya hampir sama dengan arca Buddha di candi mendut. Candi bogang juga masih dalam penyidikan, di bukunya Jaques Dumarcay "Candi Sewu dan sejarah disekitarnya" menyebutkan bahwa candi bogang adalah candi yang tidak dilanjutkan pembangunannya, karena fungsinya digantikan oleh candi mendut.  Kini arca kepala Buddha tersebut disimpan di Museum Karmawibangga di Candi Borobudur.